KEHIDUPAN
Engkau dibisiki bahawa hidup adalah
kegelapan Dan dengan penuh ketakutan Engkau sebarkan apa
yang telah dituturkan padamu penuh
kebimbangan
Kuwartakan padamu bahawa hidup adalah
kegelapan jika tidak diselimuti oleh kehendak Dan segala
kehendak akan buta bila tidak diselimuti pengetahuan Dan segala
macam pengetahuan akan kosong bila tidak diiringi kerja Dan
segala kerja hanyalah kehampaan kecuali disertai
cinta
Maka bila engkau bekerja dengan cinta Engkau
sesungguhnya tengah menambatkan dirimu Dengan wujudnya kamu,
wujud manusia lain Dan wujud Tuhan.
:+: Khalil Gibran :+:
PERJAMUAN
JIWA
BANGUNLAH, Cintaku. Bangun! Kerana jiwaku
mengalu-alumu dari dasar laut, dan menawarkan padamu sayap-sayap
di atas gelombang yang mengamuk Bangunlah, kerana sunyi telah
menghentikan derap kaki kuda dan langkah para pejalan
kaki.
Rasa kantuk telah memeluk roh
setiap laki-laki, sementara aku terbangun sendiri, rasa rindu
membukakan kertas surat tidurku. Cinta membawaku dekat
denganmu, namun kebimbangan melemparkan diriku menjauh
darimu.
Aku telah membuang bukuku,
kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah nafasku meninggalkan
tempat tidurku, Cintaku, kerana takut pada hantu lupa yang berada
di balik selimut. Aku telah membuang bukuku, kerana keluhku
mengunci kata-kata dan desah nafasku meninggalkan halaman buku
yang kosong di depan mataku! Bangun, bangunlah, Cintaku dan
dengar diriku! Aku mendengarkanmu, Cintaku! Aku mendengar
panggilanmu dari lautan lepas dan merasakan lembutnya sentuhan
sayapmu. Aku telah jauh dari ranjangku, beranjak ke tanah lapang,
hingga embun membasahi kaki dan bajuku. Di sinilah aku berdiri,
dibawah bunga-bunga pohon badam, memenuhi panggilan
jiwamu.
Bicaralah padaku, Cintaku,
dan biarkan nafasmu menghirup angin gunung yang datang padaku dari
lembah-lembah Lebanon. Bicaralah. Tak ada yang akan mendengar
selain diriku. Malam telah melarutkan semua manusia ditempat
tidurnya. Syurga telah menyulam cahaya rembulan dan
menghamparkannya ke seluruh daratan Lebanon, Cintaku. Syurga
telah meriasnya dengan bayangan malam, jubah tebal membentang
dihembus asap dari cerobong kain, dihembus nafas kemari, dan
mengelarnya di telapak kota, Cintaku.
Para penduduk telah pulas
menganyam mimpi di ubun-ubunnya di tengah pohon-pohon kenari. Jiwa
mereka mempercepatkan langkah mengejar negeri mimpi,
Cintaku. Lelaki-lelaki longlai menggendong emas, dan tebing
curam yang akan dilalui melemaskan lutut mereka. Mata mereka
mengantuk kerana dililit kesulitan dan ketakutan. Mereka
melemparkan tubuh ke tempat tidur sebagai tempat berlindung dari
hantu-hantu yang menakutkan dan mengerikan,
Cintaku. Hantu-hantu dari masa lalu berkeliaran di
lembah-lembah. Jiwa para raja melintasi bukit-bukit.
Fikiranku yang berhias kenangan menyingkap kekuatan bangsa
Chaldea, kemegahan Arab.
Di lorong-lorong gelap,
jiwa-jiwa pencuri yang tegap berjalan, muncung-muncung nafsu ular
berbisa muncul dari celah-celah benteng, dan rasa sakit berdengung
kematian, muntah-muntah sepanjang jalan. Kenangan menyingkap tabir
kelupaan dari mataku dan nampaklah Sodom yang menjijikkan, serta
dosa-dosa Gomorah.
Ranting-ranting berayun-ayun,
Cintaku, dan desirnya bertemu dengan alunan anak sungai di lembah.
Syair-syair Sulaiman, nada kecapi Daud dan lagu Ishak Al-Mausaili
terngiang-ngiang di telinga kami. Jiwa anak-anak yang lapar di
penginapan menggelupur, ibunya mengeluh di atas kamar kesedihan,
dan kekecewaan telah jatuh dari langit. Mimpi-mimpi kebimbangan
melanda hati yang lemah. Aku mendengar rintihan
pahitnya. Semerbak bunga melambai seiring nafas pohon-pohon
cedar. Terbawa angin sepoi-sepoi menuju perbukitan, harum itu
mengisi jiwa dengan kasih sayang dan meniupkan kerinduan untuk
terbang.
Tetapi racun dari rawa-rawa
jug berkelana mengepul bersama penyakit. Seperti panah rahsia yang
tajam, racun itu telah menembusi perasaan dan meracuni
udara.
Tanpa kusedari matahari telah mengilaukan cahaya
pagi, Cintaku, dan jari-jari timur yang lentik menimang mata-mata
orang yang terlelap. Cahaya itu memaksa mereka untuk membuka daun
jendela dan menyelak hati dan kemenangan. Desa-desa, yang sedang
tertidur dalam damai dan tenang di pundak-pundak lembah, bangun,
loceng-loceng berdenting memenuhi angkasa sebagai panggilan untuk
mula berdoa. Dan dari gua-gua, gema-gema juga berdengung,
seolah-olah seluruh alam sedang berdoa bersama-sama dengan
khusyuknya. Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya, biri-biri
dan kambing meninggalkan bangsalnya untuk menuai rumput yang
berembun dan berkilatan cahaya. Penggembalanya mengikuti dari
belakang sambil mengamatinya di balik lelalang. Di belakangnya
lagi gadis-gadis bernyanyi seperti burung menyambut
pagi.
Kini tangan siang hari yang perkasa terbaring di atas
kota. Tirai telah diselak dari jendela dan pintu pun terbuka. Mata
yang penat dan wajah lesu para penjahit telah siap di tempat
kerjanya. Mereka merasakan kematian telah melanggar batas
kehidupan mereka, dan riak muka yang layu mempamerkan ketakutan
dan kekecewaan. Di jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang tamak dan
tergesa-gesa, dan di mana-mana terdengar desingan besi, pusingan
roda dan siulan angin. Kota telah menjadi arena pertempuran di
mana yang kuat menindas yang lemah dan si kaya mengeksploitasi dan
menguasai si miskin.
Betapa indah hidup ini, Cintaku,
seperti hati penyair yang penuh dengan cahaya dan kelembutan
hati. Dan betapa kerasnya hidup ini, Cintaku, seperti dada
penjahat, yang berdebar-debar kerana selalu merasa bimbang dan
takut.
:+: Khalil Gibran :+:
ALAM
& MANUSIA
Aku mendengar anak sungai
merintih bagai seorang janda yang menangis meratapi kematian
anaknya dan aku kemudian bertanya, "Mengapa engkau menangis,
sungaiku yang jernih?' Dan sungai itu menjawab, 'Sebab aku dipaksa
mengalir ke kota tempat Manusia merendahkan dan mensia-siakan
diriku dan menjadikanku minuman-minuman keras dan mereka
memperalatkanku bagai pembersih sampah, meracuni kemurnianku dan
mengubah sifat-sifatku yang baik menjadi sifat-sifat
buruk."
Dan aku mendengar
burung-burung menangis, dan aku bertanya, "Mengapa engkau
menangis, burung-burungku yang cantik?"
Dan salah satu dari burung
itu terbang mendekatiku, dan hinggap di hujung sebuah cabang pohon
dan berkata, "Anak-anak Adam akan segera datang di ladang ini
dengan membawa senjata-senjata pembunuh dan menyerang kami
seolah-olah kami adalah musuhnya. Kami sekarang terpisah di antara
satu sama yang lain, sebab kami tidak tahu siapa di antara kami
yang bisa selamat dari kejahatan Manusia. Ajal memburu kami ke
mana pun kami pergi."
Kini, matahari terbit dari balik
puncak pergunungan, dan menyinari puncak-puncak pepohonan dengan
rona mahkota. Kupandangi keindahan ini dan aku bertanya kepada
diriku sendiri, 'Mengapa Manusia mesti menghancurkan segala karya
yang telah diciptakan oleh alam?'
:+: Khalil
Gibran :+:
|